Contoh
kasus :
Pak
Agus membeli rumah senilai Rp.300juta dengan dibiayai oleh Bank A untuk termin
kredit selama 10 tahun.
Setelah
5 tahun kredit berjalan tiba-tiba ekonomi Pak Agus mengalami masalah. Apa kira-kira
yang akan terjadi terhadap rumah Pak Agus tsb ?
Tentu
banyak yang berpikir jk macet mk pihak Bank akan serta merta menyita rumah tsb.
Kenyataannya tidak seperti itu.
Bank
atau siapapun tidak diperbolehkan menyita property yang mjadi jaminan pinjaman.
Jadi hati-hati meminjamkan uang dengan jaminan sertifikat ya !
Yang
dpt dilakukan oleh pihak Bank terhadap debitur macetnya adalah meminta kerjasama
mrk untuk menjual sendiri rumah tsb secara suka rela.
Biasanya
Bank memberi tenggang wakitau tertentu sebelum masuk proses lelang. Ini aturan yang
harus ditaati oleh bank manapun.
Dari
hasil penjualan tsb, sebagian akan diambil pihak bank untuk melunasi hutang-hutangnya.
Sebagian sisanya adalah hak dari debitur.
Namun
disinilah persoalannya. Rumah bukanlah asset yang likuid (mudah dijual),
menjual rumah tidaklah semudah menjual emas.
Disamping
itu persoalan seringkali dipersulit dengan sikap greedy/serakah si debitur
macet ini.
Dalam
kondisi harus cepat ambil sikap ini pihak debitur justru sering menghambat dengan
menginginkan harga jual yang tinggi untuk rumahnya.
Di
satu sisi pihak Bank juga sering memperkeruh keadaan dengan cara meneror
debitur dengan ancaman menyita atau lelang.
Inilah
sebabnya mengapa banyak kasus kredit macet yang “terpaksa” harus masuk proses
lelang.
Proses
lelang ini seharusnya dihindari karena akan merugikan semua pihak, baik debitur
maupun kreditur. Mengapa demikian?
Dari
sisi peminjam. Jika rumahnya harus sampai masuk proses lelang, maka resikonya adalah
sbb:
Resiko
Psikologis, debitur akan merasa malu pada keluarga atau tetangganya apabila
rumahnya sampai dilelang.
Tidak
ada kebijakan pemotongan hutang dari pihak Bank. Karena debitur yang sampai
masuk proses lelang dianggap tidak kooperatif oleh pihak Bank.
Perlu
diingat bahwa jk sampai proses lelang, hutang debitur akan membengkak karena
ada bunga berbunga dan denda.
Jika
hasil lelang rumah tsb terjual lbh rendah dari hutangnya mk hutang debitur
masih dianggap blm lunas oleh pihak Bank.
Point
diatas sangat menakutkan bagi debitur macet. Bayangkan, rumah sudah hilang tapi
hutang belum lunas juga.
Dari
sisi Bank pun proses lelang bukanlah opsi yang populer karena mengandung resiko-resiko
sbb:
Makin
lama sebuah kredit macet terselesaikan akan menaikkan tingkat NPL (Non
Performing Loan) Bank tsb.
Dibutuhkan
wakitau dan biaya yang tidak sedikit untuk masuk ke proses lelang seperti;
proses pengadilan, pengumuman lelang, dll.
Apabila
prosedur tsb tidak dipenuhi oleh pihak Bank maka mereka justru bisa dituntut
balik oleh si debitur macet.
Belum
lagi upeti-upeti yang harus dikeluarkan bank dalam proses pengadilan maupun
proses lelang itu sendiri.
Jarang
ada propetry yang laku terjual pada proses lelang pertama. Mengapa demikian ?
Karena
ada ketentuan yang mengharuskan bank untuk menetapkan limit lelang sesuai harga
penilaian wajar dari appraisal independen.
Selain
itu pembelian melalui lelang jg tidak bisa dilakukan dengan pembiayaan bank.
Harus cash!
Jadi
jk kita ingin beli lewat lelang seharusnya membeli pada lelang ke dua karena
harganya akan terjun bebas. Tapi ingat, harus siap uang cash!
Penting
pula untuk diketahui bahwa dalam urusan kredit macet, biasanya bank melakukan
tindakan “Write Off”.
Write
Off adalah penghapusan hutang dari pembukuan. Write off sering dilakukan untuk
memperbaiki/mempercantik neraca keuangan.
Setelah
proses write off ini mk berapapun uang yang diterima dari jaminan tsb akan
dianggap sbg keuntungan pihak bank.
Jadi
jelas disini bahwa bank tidak memiliki kepentingan untuk menjual dengan harga
tinggi jaminan tsb tetapi cukup kembali hutang pokoknya saja.
Nah,
karena kerepotan-kerepotan diataslah mk kita bisa meminta pada Bank untuk
memberikan berbagai keringanan dan potongan.
Syaratnya
rumah harus terjual sebelum tenggat wakitau proses lelang (tenggat wakitau
inipun bisa dinego jk kita serius mau beli).
Jadi
point-nya disini baik pihak Bank maupun debitur sama-sama takut jk masuk ke
proses lelang. Disinilah kita bisa "bermain".
Skrg
kita masuk ke bagian paling krusial dari proses ini. Setelah mendapat info ttg
nasabah yang kreditnya macet tsb kita bs hubungi ybs.
Kita
tanyakan, berapa rumah tsb akan dijual. Sampaikan saja bahwa kita sdh dpt info bahwa
rumah tsb segera akan dilelang bank.
Sampaikan
pula resiko- resiko yang akan dihadapi debitur bila rumah tsb sampai masuk ke
proses lelang.
Proses
ini harus dilakukan oleh dibitur sendiri karena kita tidak bisa meminta pihak
bank memberi perincian hutang orang lain.
Setelah
ada sikap kerjasama dari debitur ajaklah debitur untuk meminta kpada pihak bank
perincian kreditnya.
Setelah
mengetahui perincian hutangnya kita bisa meminta appraisal independent (penilai
property) untuk menentukan harga rumah tsb.
Jika
selisih hasil penilaian pihak appraisal dan besar sisa hutang pokoknya cukup
besar maka property tsb layak ditindak lanjuti.
Dari
pengalaman kami trnyata selalu saja ada kasus kredit macet di bank manapun di
seluruh daerah. Tidak ada bank yang tidak ada kredit macetnya!
Tips:
Hasil penilaian appraisal terhadap rumah tsb tidak boleh diketahui oleh
debitur. Hanya kita saja yang boleh tahu.
Dalam
kasus Pak Agus, setelah 5 tahun mencicil tentu hutang pokoknya berkurang.
Disamping itu harga rumahnya pun sudah naik.
Anggap
saja sisa hutang pokoknya tinggal Rp.200juta sedangkan harga property tsb saat
ini mjadi Rp.550juta. Mk ada selisih yang ckp lebar disini.
Jika
Pak Agus berkeras menjual rumahnya dengan harga pasar, tentu butuh proses lama untuk
menjualnya. Keburu dilelang.
Tapi
kita jg tidak boleh semena-mena menekan debitur demi keuntungan. Tanyakan saja
apa harapan pak Agus dalam proses ini.
Dalam
kondisi tidak ada pilihan biasanya debitur akan cukup bahagia jika dia bisa
memperoleh “cash back” atas rumahnya tsb.
Anggap
saja pak Agus butuh “cash back” Rp.100juta atas rumah tsb maka kita bisa
membeli rumah senilai Rp.550juta hanya dengan harga Rp.300juta saja!
Kalau
bisa Pak Agus kita ajak bernegosiasi untuk menurunkan harapannya itu. Sambil
ingatkan lagi tentang resikonya jika sampai lelang.
Jadi
kuncinya disini bukan tentang berapa harga rumah yang akan kita beli tapi
berapa cash back yang diharapkan debitur.
Jika
Pak Agus terlalu serakah kita tinggalkan saja. Sampaikan pada beliau lebih baik
kita beli di lelang saja. Bisa lebih murah
Sebagai
orang awam biasanya Bank membodohi pak Agus dengan kewajiban terlalu tinggi yang
harus dibayarkan oleh pak Agus.
Bank
tidak akan serta merta memotong bunga dan denda hutang pak Agus tanpa adanya
negosiasi.
Untuk
kasus pak agus tsb bisa jadi kewajiban yang harus dibayarkan menjadi sebesar Rp.350juta
(hutang pokok + bunga berbunga + denda)
Setelah
ada kata sepakat barulah kita bersama pak Agus menghadapi bank untuk berjuang
menghapus bunga dan denda
Kita
ajarkan pada Pak Agus untuk mengatakan pada pihak bank bahwa hanya mau menjual
rumahnya jk bank bersedia menghapus seluruh bunga dan denda.
Dari
pengalaman kami, selalu terjadi proses negosiasi yang sengit dengan pihak bank pada
tahap ini.
Kenyataannya
kami selalu memenangkan negosiasi, karena kami tahu betul betapa beratnya bank
jika harus masuk proses lelang.
Kunci
negosiasi: “Selama kita tidak takut kalah maka kita akan sering menang. Jika kita
takut kalah maka kita akan selalu mengalah”
Sampaikan
pula pada pihak bank resiko-resiko jika sampai masuk proses lelang. Sampaikan tidak
ada org yang mau beli pada lelang pertama.
Sampaikan
pula bahwa bagaimanapun kita akan tetap bisa membeli rumah tsb tapi pada lelang
kedua, dimana bank tentu akan rugi besar.
Biasanya
pihak bank akan membantah kita. Namun percayalah sesungguhnya mereka takut
juga. Ini hanya bagian dari negosiasi.
Jadi
kuncinya disini adalah kemampuan kita bernegosiasi dengan pihak bank dan
meyakinkan pak Agus untuk mempercayai kita.
Hampir
seluruh property yang kami beli kami dapatkan dengan cara ini. Ada property
senilai Rp.3,3M yang kami beli seharga Rp.1,7M dengan cara serupa.
Seminggu
setelah kami dapatkan property tsb kami jual dengan iklan seperti ini:
“Jual Rugi! Rumah kost-kostan senilai Rp.3,3M
hanya seharga Rp.2,5M. BU banget, terbelit hutang!”
Alhasil
hanya dalam 2 minggu kami berhasil menjual rumah tsb seharga Rp.2,5M tanpa
nego. Semua senang!
Semakin
tinggi harga property yang kita incar, semakin besar pula selisih atau potensi
untung yang kita dapatkan.
Loh,
itu kan hanya bisa dilakukan orang kaya saja, bagaimana dengan mereka yang tidak
punya uang cash ? Siapa bilang harus pakai uang cash ?
Proses
pembelian rumah kredit macet ini bisa dilakukan dengan KPR dari bank lain.
Istilahnya “Take Over Credit
Siapapun
bisa melakukannya. Cukup dengan modal ilmu ini kita bisa hidup dengan cukup
layak. Masih mau jadi karyawan ?
Sekian
tulisan kami kali ini. Semoga bermanfaat END
Sumber : ada di admin
mks untuk pengetahuannya..
ReplyDelete