Page

Monday, July 1, 2013

CARA CERDAS BELI RUMAH DENGAN HARGA MURAH



Contoh kasus :

Pak Agus membeli rumah senilai Rp.300juta dengan dibiayai oleh Bank A untuk termin kredit selama 10 tahun.
Setelah 5 tahun kredit berjalan tiba-tiba ekonomi Pak Agus mengalami masalah. Apa kira-kira yang akan terjadi terhadap rumah Pak Agus tsb ?
Tentu banyak yang berpikir jk macet mk pihak Bank akan serta merta menyita rumah tsb. Kenyataannya tidak seperti itu.
Bank atau siapapun tidak diperbolehkan menyita property yang mjadi jaminan pinjaman. Jadi hati-hati meminjamkan uang dengan jaminan sertifikat ya !
Yang dpt dilakukan oleh pihak Bank terhadap debitur macetnya adalah meminta kerjasama mrk untuk menjual sendiri rumah tsb secara suka rela.
Biasanya Bank memberi tenggang wakitau tertentu sebelum masuk proses lelang. Ini aturan yang harus ditaati oleh bank manapun.
Dari hasil penjualan tsb, sebagian akan diambil pihak bank untuk melunasi hutang-hutangnya. Sebagian sisanya adalah hak dari debitur.
Namun disinilah persoalannya. Rumah bukanlah asset yang likuid (mudah dijual), menjual rumah tidaklah semudah menjual emas.
Disamping itu persoalan seringkali dipersulit dengan sikap greedy/serakah si debitur macet ini.
Dalam kondisi harus cepat ambil sikap ini pihak debitur justru sering menghambat dengan menginginkan harga jual yang tinggi untuk rumahnya.
Di satu sisi pihak Bank juga sering memperkeruh keadaan dengan cara meneror debitur dengan ancaman menyita atau lelang.
Inilah sebabnya mengapa banyak kasus kredit macet yang “terpaksa” harus masuk proses lelang.
Proses lelang ini seharusnya dihindari karena akan merugikan semua pihak, baik debitur maupun kreditur. Mengapa demikian?
Dari sisi peminjam. Jika rumahnya harus sampai masuk proses lelang, maka resikonya adalah sbb:
Resiko Psikologis, debitur akan merasa malu pada keluarga atau tetangganya apabila rumahnya sampai dilelang.
Tidak ada kebijakan pemotongan hutang dari pihak Bank. Karena debitur yang sampai masuk proses lelang dianggap tidak kooperatif oleh pihak Bank.
Perlu diingat bahwa jk sampai proses lelang, hutang debitur akan membengkak karena ada bunga berbunga dan denda.
Jika hasil lelang rumah tsb terjual lbh rendah dari hutangnya mk hutang debitur masih dianggap blm lunas oleh pihak Bank.
Point diatas sangat menakutkan bagi debitur macet. Bayangkan, rumah sudah hilang tapi hutang belum lunas juga.
Dari sisi Bank pun proses lelang bukanlah opsi yang populer karena mengandung resiko-resiko sbb:
Makin lama sebuah kredit macet terselesaikan akan menaikkan tingkat NPL (Non Performing Loan) Bank tsb.
Dibutuhkan wakitau dan biaya yang tidak sedikit untuk masuk ke proses lelang seperti; proses pengadilan, pengumuman lelang, dll.
Apabila prosedur tsb tidak dipenuhi oleh pihak Bank maka mereka justru bisa dituntut balik oleh si debitur macet.
Belum lagi upeti-upeti yang harus dikeluarkan bank dalam proses pengadilan maupun proses lelang itu sendiri.
Jarang ada propetry yang laku terjual pada proses lelang pertama. Mengapa demikian ?
Karena ada ketentuan yang mengharuskan bank untuk menetapkan limit lelang sesuai harga penilaian wajar dari appraisal independen.
Selain itu pembelian melalui lelang jg tidak bisa dilakukan dengan pembiayaan bank. Harus cash!
Jadi jk kita ingin beli lewat lelang seharusnya membeli pada lelang ke dua karena harganya akan terjun bebas. Tapi ingat, harus siap uang cash!
Penting pula untuk diketahui bahwa dalam urusan kredit macet, biasanya bank melakukan tindakan “Write Off”.
Write Off adalah penghapusan hutang dari pembukuan. Write off sering dilakukan untuk memperbaiki/mempercantik neraca keuangan.
Setelah proses write off ini mk berapapun uang yang diterima dari jaminan tsb akan dianggap sbg keuntungan pihak bank.
Jadi jelas disini bahwa bank tidak memiliki kepentingan untuk menjual dengan harga tinggi jaminan tsb tetapi cukup kembali hutang pokoknya saja.
Nah, karena kerepotan-kerepotan diataslah mk kita bisa meminta pada Bank untuk memberikan berbagai keringanan dan potongan.
Syaratnya rumah harus terjual sebelum tenggat wakitau proses lelang (tenggat wakitau inipun bisa dinego jk kita serius mau beli).
Jadi point-nya disini baik pihak Bank maupun debitur sama-sama takut jk masuk ke proses lelang. Disinilah kita bisa "bermain".
Skrg kita masuk ke bagian paling krusial dari proses ini. Setelah mendapat info ttg nasabah yang kreditnya macet tsb kita bs hubungi ybs.
Kita tanyakan, berapa rumah tsb akan dijual. Sampaikan saja bahwa kita sdh dpt info bahwa rumah tsb segera akan dilelang bank.
Sampaikan pula resiko- resiko yang akan dihadapi debitur bila rumah tsb sampai masuk ke proses lelang.
Proses ini harus dilakukan oleh dibitur sendiri karena kita tidak bisa meminta pihak bank memberi perincian hutang orang lain.
Setelah ada sikap kerjasama dari debitur ajaklah debitur untuk meminta kpada pihak bank perincian kreditnya.
Setelah mengetahui perincian hutangnya kita bisa meminta appraisal independent (penilai property) untuk menentukan harga rumah tsb.

Jika selisih hasil penilaian pihak appraisal dan besar sisa hutang pokoknya cukup besar maka property tsb layak ditindak lanjuti.
Dari pengalaman kami trnyata selalu saja ada kasus kredit macet di bank manapun di seluruh daerah. Tidak ada bank yang tidak ada kredit macetnya!
Tips: Hasil penilaian appraisal terhadap rumah tsb tidak boleh diketahui oleh debitur. Hanya kita saja yang boleh tahu.
Dalam kasus Pak Agus, setelah 5 tahun mencicil tentu hutang pokoknya berkurang. Disamping itu harga rumahnya pun sudah naik.
Anggap saja sisa hutang pokoknya tinggal Rp.200juta sedangkan harga property tsb saat ini mjadi Rp.550juta. Mk ada selisih yang ckp lebar disini.
Jika Pak Agus berkeras menjual rumahnya dengan harga pasar, tentu butuh proses lama untuk menjualnya. Keburu dilelang.
Tapi kita jg tidak boleh semena-mena menekan debitur demi keuntungan. Tanyakan saja apa harapan pak Agus dalam proses ini.
Dalam kondisi tidak ada pilihan biasanya debitur akan cukup bahagia jika dia bisa memperoleh “cash back” atas rumahnya tsb.
Anggap saja pak Agus butuh “cash back” Rp.100juta atas rumah tsb maka kita bisa membeli rumah senilai Rp.550juta hanya dengan harga Rp.300juta saja!
Kalau bisa Pak Agus kita ajak bernegosiasi untuk menurunkan harapannya itu. Sambil ingatkan lagi tentang resikonya jika sampai lelang.
Jadi kuncinya disini bukan tentang berapa harga rumah yang akan kita beli tapi berapa cash back yang diharapkan debitur.
Jika Pak Agus terlalu serakah kita tinggalkan saja. Sampaikan pada beliau lebih baik kita beli di lelang saja. Bisa lebih murah
Sebagai orang awam biasanya Bank membodohi pak Agus dengan kewajiban terlalu tinggi yang harus dibayarkan oleh pak Agus.
Bank tidak akan serta merta memotong bunga dan denda hutang pak Agus tanpa adanya negosiasi.
Untuk kasus pak agus tsb bisa jadi kewajiban yang harus dibayarkan menjadi sebesar Rp.350juta (hutang pokok + bunga berbunga + denda)
Setelah ada kata sepakat barulah kita bersama pak Agus menghadapi bank untuk berjuang menghapus bunga dan denda

Kita ajarkan pada Pak Agus untuk mengatakan pada pihak bank bahwa hanya mau menjual rumahnya jk bank bersedia menghapus seluruh bunga dan denda.
Dari pengalaman kami, selalu terjadi proses negosiasi yang sengit dengan pihak bank pada tahap ini.
Kenyataannya kami selalu memenangkan negosiasi, karena kami tahu betul betapa beratnya bank jika harus masuk proses lelang.
Kunci negosiasi: “Selama kita tidak takut kalah maka kita akan sering menang. Jika kita takut kalah maka kita akan selalu mengalah”
Sampaikan pula pada pihak bank resiko-resiko jika sampai masuk proses lelang. Sampaikan tidak ada org yang mau beli pada lelang pertama.
Sampaikan pula bahwa bagaimanapun kita akan tetap bisa membeli rumah tsb tapi pada lelang kedua, dimana bank tentu akan rugi besar.
Biasanya pihak bank akan membantah kita. Namun percayalah sesungguhnya mereka takut juga. Ini hanya bagian dari negosiasi.
Jadi kuncinya disini adalah kemampuan kita bernegosiasi dengan pihak bank dan meyakinkan pak Agus untuk mempercayai kita.
Hampir seluruh property yang kami beli kami dapatkan dengan cara ini. Ada property senilai Rp.3,3M yang kami beli seharga Rp.1,7M dengan cara serupa.
Seminggu setelah kami dapatkan property tsb kami jual dengan iklan seperti ini:
 “Jual Rugi! Rumah kost-kostan senilai Rp.3,3M hanya seharga Rp.2,5M. BU banget, terbelit hutang!”
Alhasil hanya dalam 2 minggu kami berhasil menjual rumah tsb seharga Rp.2,5M tanpa nego. Semua senang!
Semakin tinggi harga property yang kita incar, semakin besar pula selisih atau potensi untung yang kita dapatkan.
Loh, itu kan hanya bisa dilakukan orang kaya saja, bagaimana dengan mereka yang tidak punya uang cash ? Siapa bilang harus pakai uang cash ?
Proses pembelian rumah kredit macet ini bisa dilakukan dengan KPR dari bank lain. Istilahnya “Take Over Credit
 
Siapapun bisa melakukannya. Cukup dengan modal ilmu ini kita bisa hidup dengan cukup layak. Masih mau jadi karyawan ?
Sekian tulisan kami kali ini. Semoga bermanfaat END

Sumber : ada di admin 

1 comment: